Sejarah Perkembangan Kakao


Seri Budidaya Kakao

SEJARAH PERKEMBANGAN KAKAO/COKLAT


Penulusuran tentang sejarah tanaman kakao melalui publikasi yang tersedia menunjukkan bahwa tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan dibagian utara Amerika Selatan (Wahyudi dan Raharjo, 2008). Kakao telah lama dibudidayakan di Amerika Tengah maupun di bagian Utara Amerika Selatan di daerah hulu sungai Amazone dan Oricone di kakai pegunungan Andes, sebelum orang-orang kulit putih pimpinan Columbus menemukan Amerika (Hall, 1932 dalam Nasaruddin, 2009).

Tanaman Kakao pertama kali dibudidayakan serta digunakan sebagai bahan makanan dan minuman cokelat oleh Suku Maya dan Suku Astek. Suku Indian Maya adalah suku yang dulunya hidup di wilayah yang kini disebut Guatemala, Yucatan dan Honduras (Amerika Tengah). Mereka telah terbiasa mengkomsumsi coklat. Namun seiring penaklukan Suku Maya oleh Suku Astek, kebun-kebun kakao milik suku maya turut dikuasai. Beranjak dari penaklukan tersebut, Suku Astek mulai mempelajari cara menanam serta mengolah kakao menjadi makanan atau minuman coklat. Oleh karena itu ketika bangsa Spanyol datang pada tahun 1519 Suku Astek lah yang lebih dikenal sebagai penanam dan pembudidaya tanaman kakao (Wahyudi dan Raharjo, 2008).

Walaupun bubuk coklat telah dikenal sebagai pencampur minuman oleh Bangsa Indian, Suku Maya di Amerika Tengah sejak abad sebelum masehi, tetapi baru abad ke-15 biji coklat mulai diperkenalkan di bagian dunia lain. Dengan kegunaannya sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi, biji coklat sebagai pencampur minuman diperkenalkan kepada bangsa Spanyol (Siregar, Riyadi dan Nuraeni, 2010). Coklat disebut juga sebagai makanan atau minuman para Dewa mengingat hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati buah ini, sehingga nama latin Theobrema cacao adalah gambaran betapa berharganya tanaman coklat.

Pada tahun 1525 orang-orang Spanyol tercatat sebagai penanam pertama kakao di Trinidad. Negara yang juga tercatat sebagai perintis penanaman kakao adalah Belanda, khususnya penanaman kakao di Asia (Wahyudi dan Raharjo, 2008). Di Afrika coklat diperkenalkan di Nigeria, Pantai Gading dan Kongo. Pada waktu yang bersamaan coklat diperkenalkan pula di Asia terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan kawasan pasifik (Siregar, Riyadi dan Nuraeni, 2010).  Bangsa Spanyol juga memperkenalkan coklat di Indonesia, yakni pada tahun 1560, tepatnya di Celebes (sekarang Sulawesi), Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan manado ke Manila pada tahun 1825-1838 dengan jumlah ekspor sekitar 92 ton. Setelah itu ekspor coklat dikabarkan menurun karena adanya serangan hama pada tanaman coklat. Selain itu di Ambon juga telah diusahakan penanaman coklat (Wahyudi dan Raharjo, 2008).

Menurut Siregar, Riyadi dan Nuraeni (2010), bahwa coklat yang diperkenalkan pada tahun 1560 di Sulawesi Utara berasal dari Filipina. Jenis yang pertama kali ditanan adalah Criolo yang oleh bangsa Filipina diperoleh dari Venezuela. Produksi cokelt ini relatif rendah dan peka terhadap seragan hama dan penyakit, tetapi rasanya enak. Pada tahun 1806, usaha perluasan coklat dimulai lagi di Jawa Timur dan di Jawa Tengah. Penanaman dilaksanakan di sela-sela areal perkebunan kopi. Pada tahun-tahun selanjutnya didatangkan lagi jenis cokelat yang lain, mengingat kelemahan coklat jenis Criolo. Menurut Nasaruddin (2009), Kakao jenis Criolo merupakan tipe kakao yang bermutu (choised cacao) dan hampir seluruhnya berbiji putih dan permentasinya cepat. Tunas-tunas muda berbulu dan daunnya relatif kecil. Kulit buahnya tipis dan mudah diiris. Varietas criolo yang murni tinggal di Venezuela dan Colombo yang hanya 1% dari produksi dunia.

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Kopi

Penanaman tanaman coklat di Jawa baru dimulai sekitar tahun 1880. Beberapa perkebunan kopi di Jawa Tengah milik orang-orang Belanda dan disusul oleh perkebunan di Jawa Timur mulai melakukan percobaan menanam coklat. Hal ini disebabkan pada saat itu tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat terserang penyakit karat daun (Wahyudi dan Raharjo, 2008). Senada dengan Siregar, Riyadi dan Nuraeni (2010), bahwa Sejalan dengan pegembangan pertanaman coklat di indonesia khususnya di jawa  berjalan dengan pesat. Pada tahun 1938 telah terdapat 29 perkebunan coklat. Perkembangannya juga didorong oleh meluasnya penyakit karat daun kopi sehingga menyebabkan musnahnya areal pertanaman kopi di jawa. Disamping oleh perusahaan perkebunan, pengembangan cokelat juga dilakukan oleh petani pekebun, terutama di Jawa Barat.

Pada tahun 1888, Henri D. MacGilavry mendatangkan puluhan semaian kakao jenis baru dari Venezuela, tetapi sangat disayangkan karena yang bertahan hidup hanya satu pohon. Pada saat tanaman kakao tersebut mulai menghasilkan, ternyata hasil buahnya kecil, berbiji gepeng dan warna kotiledonnya ungu. Namun, tak disangka setelah biji-biji yang dihasilkan tanaman tersebut ditanam kembali dapat menghasilkan tanaman yang sehat dengan kondisi buah dan biji yang besar. Keunggulan lainnya adalah tanaman yang dihasilkan tersebut tidak disukai oleh hama Hellopeltis sp. Dan penggerek buah kakao (PBK). Dari hasil tanaman tersebut kemudian dipilih beberapa pohon sebagai pohon induk yang kemudian dikembangkan secara klonal. Upaya ini dilakaukan di perkebunan Djati Ringgo dan telah menghasilkan klon-klon yang diberi nama DR atau kependekan dari Djati Runggo. Dengan penemuan klon-klon DR (DR1, DR2, dan DR38) tersebut, perkebunan kakao dapat bertahan hingga akhirnya berkembang di Jawa dan Sumatera (Wahyudi dan Raharjo, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Nasaruddin, 2009. Kakao; Budidaya dan beberapa Aspek Fisiologisnya. Yayasan Forest Indonesia. Depok

T. Wahyudi dan P. Rahardjo. Sejarah dan Prospek .2008. (dalam Panduan Kakao Manajemen Agribisnis dari hulu hingga hilir, editor T. Wahyudi, TR. Panggabean dan Pujiyanto). Penebar Swadaya.

Tumpal H. Siregar, Slamet Riyadi dan Laeli Nuraeni. 2010. Budidaya Cokelat. Penebar swadaya. jakarta

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah Perkembangan Kakao"

Post a Comment